Rabu, 30 Oktober 2013

PERJUMPAAN YANG MEMBAWA PEMBARUAN HIDUP


PERJUMPAAN YANG MEMBAWA PEMBARUAN HIDUP

Yesaya 1: 10-18; Mazmur 32:1-7; 2 Tesalonika 1:1-4, 11-12; Lukas 19: 1-10.

Ian Ridley dan Lawrence Boys, agak mabuk saat itu dan ingin makan, ketika sedang memesan makanan di Mayho Chinese Takeaway  mereka melihat tembok yang rusak yang bentuknya seperti gambar Yesus.





Sandra Clifford, seorang pilot asal San Fransisco, berhasil memotret penampakan gambar serupa Yesus Kristus di salah satu tebing di Pegunungan Moher, Irlandia.


Kenny Iddenden, terkejut ketika ia memindahkan kulkas dan menemukan wajah Yesus, pada dinding berjamur bagian belakang kulkas, menatap ke arahnya.



            Selain empat orang di atas, sebenarnya masih banyak lagi yang melihat penampakan Yesus. Orang yang melihat penampakan Yesus tersebut bisa jadi ada yang bertobat dan mengubah hidupnya tetapi mungkin tidak sedikit juga yang akhirnya menjadikan hal tersebut sebagai alat untuk cari sensasi. Ada yang menyebut saat di mana dia melihat penampakan wajah Yesus tersebut adalah saat dia mengalami perjumpaan dengan Yesus. Ada juga yang mengalami perjumpaan dengan Yesus bukan dengan melihat penampakan dengan Yesus tetapi langsung bertemu dengan Yesus di sorga. Mereka diangkat ke Surga, bertemu Yesus, lalu dikembalikan kembali ke bumi. Setelah perjumpaan tersebut, bisa jadi hidupnya berubah menjadi pribadi yang lebih baik atau justru jadi pribadi yang suka cari sensasi dengan menggembar-gemborkan pengalamannya tersebut. Andar Ismail menyebut mereka sebagai sensational society atau masyarakat yang senang hal-hal yang aneh. Baru mengalami perjumpaan dengan Tuhan setelah mengalami hal-hal aneh seperti penampakan wajah Yesus atau diangkat ke surga. Jika tidak mengalami hal aneh? Belum mengalami perjumpaan dengan Tuhan.

            Mereka yang termasuk sensational society bisa jadi setelah mengalami hal-hal aneh, mereka akan semakin rajin beribadah namun tujuannya bisa jadi juga adalah hanya untuk kepuasaan diri dan pamer kesalehan. Yesaya 1:10-15 mengkritik orang-orang yang beribadah hanya untuk kepuasan diri dan pamer kesalehan padahal kehidupan sehari-harinya penuh dengan kejahatan (ayat 13). Mereka rajin berdoa tetapi tangan mereka penuh darah (ayat 15).

            Hal ini berbeda dengan Zakheus yang dikisahkan dalam Lukas 19: 1-10. Perjumpaannya dengan Yesus justru membuat kehidupannya berubah. Lukas 19:8 mencatat perubahan tersebut. Zakheus mengatakan kepada Yesus, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat." Perjumpaannya dengan Yesus membuat Zakheus menyadari kesalahannya yang telah memeras rakyat selama ini. Perjumpaan dengan Yesus seharusnya memang bukan membuat kita jadi orang yang suka pamer kesalehan tetapi justru membuat iman kita semakin bertambah dan kasih kita seorang akan yang lain semakin kuat (2 Tesalonika 1:3).

            Bagi kita yang mengaku telah berjumpa dengan Tuhan, namun kehidupan sehari-hari masih penuh dengan kejahatan, dengarkanlah seruan Yesaya 1:16-17, ”Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik.”

 

Nuryanto Gracia

Senin, 28 Oktober 2013

BERSYUKUR ATAS ALAM, BERSYUKUR PADA ALLAH 2


BERSYUKUR ATAS ALAM, BERSYUKUR PADA ALLAH

IMAMAT 23:15-22

Ada binatang yang ingin menyampaikan sesuatu kepada kita.
BUNGLONISME

Masih adakah manusia yang cinta dengan alam? Helloooo, tadi sang kodok bertanya, sekaligus juga mengejek. Jangan-jangan benar seperti yang dikatakan oleh para binatang itu. Manusia lebih suka merusak daripada merawat. Sewaktu tidak punya, berusaha untuk mendapatkan. Namun setelah mendapatkan tidak dirawat. Itu namanya tidak tahu berterimakasih.

Namun kebanyakan manusia mungkin seperti itu. Ingin punya pacar, berusaha sebisa-bisanya pendekatan, berusaha berpura-pura baik eh setelah jadi pacar disakitin hatinya terus. Atau sewaktu jadi pacar dipuja-puji terus berharap dia mau menikah dengan kita, setelah menikah sudah tidak ada lagi puja-puji itu, yang ada hanya caci maki.

Ingin punya rumah besar, bekerja mati-matian, setelah dapat eh jarang ditinggali. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing sehingga yang menempati dan menikmati adalah pembantu, supir, tukang kebun. Jadi kita bersusah payah hanya untuk membelikan mereka rumah.

Ingin punya motor, bersusah payah mencari uang, setelah dapat awal-awalnya aja kegores sedikit sayang banget. Tapi setelah berbulan-bulan kehujanan aja didiemin.

Ingin punya anak, bertahun-tahun menikah belum dapat anak. Setelah memohon dengan penuh perjuangan kepada Tuhan akhirnya dikabulkan. Awalnya senang, tapi selanjutnya anaknya tidak diperhatikan. Lebih memperhatikan pekerjaan dibandingkan anak.

Itu namanya tidak tahu terimakasih kan?

Umat Israel pada Perjanjian Lama diminta oleh Tuhan untuk mengolah alam dengan baik, dan hasil pertama dari alam itu diserahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur, “Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu sampai ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, dan kamu menuai hasilnya, maka kamu harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam, dan imam itu haruslah mengunjukkan berkas itu di hadapan TUHAN, supaya TUHAN berkenan akan kamu.” (Imamat 23: 10-11). Selain itu juga, sebagai ungkapan syukur, umat Israel diminta membawa korban persembahan seperti yang ditulis di dalam Imamat 23:15-17. Tidak hanya menuntut ungkapan syukur kepada Allah dalam bentuk hasil panen dan ternak, Allah juga menuntut umat Israel untuk mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk saling berbagi kepada sesama, “Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kau sabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kau pungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 23:22).

Kita telah diberikan alam yang begitu indah. Kita tidak bisa membuat bunga yang beraneka ragam, buah yang beraneka rasa, dan binatang beraneka rupa. Kita menyediakan semuanya untuk kita. Itulah kenapa kita harus bersyukur. Mungkin saat ini, ungkapan syukur kita atas alam yang diberikan Tuhan tidak lagi dalam bentuk mempersembahkan hasil alam dan ternak karena kita bukan petani dan peternak. Tetapi kita tetap dituntut Tuhan untuk memujudnyatakan ungkapan syukur tersebut dengan mengolah alam secara bertanggungjawab, itulah bentuk ungkapan syukur kita kepada Allah, kecuali kita memang makhluk yang tidak tahu berterimakasih. Selama bulan Oktober ini, kita telah diberikan contoh-contoh merawat alam. Mulai dari mengurangi pengunaan plastik ketika berbelanja, mengurangi pemakaian listrik di rumah, mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor hingga minggu lalu kita belajar bagaimana kreatif mengolah alam. Itulah cara kita mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah. Namun, jangan-jangan masih banyak di antara kita yang mengabaikan hal tersebut. Karena masih asik dengan kenyamanan pribadi kita. Perhatikan bapak/ibu, perlahan-lahan bumi ini akan hancur apabila kita tidak memperbaiki bumi ini. Bayangkan apa yang akan anak cucu kita makan dan minum beberapa puluh atau ratus tahun kemudian?

Para ilmuwan memikirkan apabila bumi ini hancur, manusia di masa depan akan tinggal di mana? Oleh karena itu mereka selain berupaya menemukan tekhnologi yang dapat menyelamatkan bumi, mereka juga mencari rumah baru untuk manusia seandainya bumi ini hancur. Saat ini mereka sedang berusaha mempelajari planet mars. Apakah bisa ditinggali oleh manusia atau tidak. Mereka mengirim curiosity rover untuk menyelidikinya. Para ilmuwan memikirkan orang-orang di masa depan juga. Lalu mengapa kita yang katanya pengikut Kristus tidak turut memikirkan itu juga? Mengapa kita justru kebanyakan memirkan kepentingan pribadi saja?

Padahal Allah kita, meminta kita untuk peduli juga kepada kelangsungan hidup orang lain. “Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kau sabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kau pungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 23:22). Umat Israel diajak untuk memikirkan orang lain, orang miskin dalam hal ini. kita pun diminta begitu pula. Jangan hanya memikirkan diri sendiri. Pikirkan kehidupan orang lain juga di masa depan. Karena planet ini bukan hanya untuk kita saja. Planet ini untuk seluruh makhluk di dalamnya.

Mari ubah kebiasaan merusak alam dengan mulai mencintai alam. Mulai dari keluarga sendiri. Mari kita berkomitmen bersama hari ini. Kita akan berkomitmen bersama merawat alam sebagai ungkapan syukur kepada Allah dengan mulai dari tindakan kecil saja, yaitu menanam satu pohon di rumah.

Nuryanto Gracia

 


 

Jumat, 25 Oktober 2013

BERSYUKUR ATAS ALAM, BERSYUKUR PADA ALLAH


BERSYUKUR ATAS ALAM, BERSYUKUR PADA ALLAH

IMAMAT 23:15-22
 
“Mereka pun dalam beberapa ratus tahun telah memboroskan sumber daya alam yang dihasilkan dari bumi selama berjuta-juta tahun. Mereka pun selama bertahun-tahun dengan sombongnya, seakan milik mereka sendiri memanfaatkan binatang dan tumbuhan yang subur, mengepulkan polusi ke segala penjuru, merusak ozon, membuat hujan asam, mengotori sungai dan laut, merebut makanan dan mengenyahkan tempat tinggal makhluk-makhluk hidup.”

Kalimat di atas adalah secuplik ucapan dalam buku Doraemon Petualangan: Nobita dan Kerajaan Awan. Cerita yang mengkritik kehidupan manusia yang tidak bersyukur karena telah dianugerahi alam yang luar biasa indah dan baik. Manusia yang dengan sombongnya mengira bahwa mereka adalah makhluk yang lebih penting dibandingkan makhluk hidup lainnya sehingga makhluk hidup lainnya pun boleh diperlakukan sesuka hati mereka. Para makhluk dari kerajaan awan, dalam cerita doraemon tersebut, menggugat untuk melaksanakan rencana Noa. Rencana Noa adalah rencana menenggelamkan Bumi dengan air, sehingga Bumi akan menjadi Bumi yang baru.

Memang cerita Doraemon identik dengan anak-anak, namun kritikan dalam cerita tersebut menghujam kita yang menganggap diri telah dewasa. Kita merusak alam demi memuaskan kepentingan diri sendiri. Tidak pernah terpikirkan mungkin dalam benak kita bahwa alam sedang berteriak kepada kita, “Tolong, tolong kami! Selama ini kami selalu menolong kalian. Kali ini tolonglah kami. Kami hampir binasa. Apakah telinga dan mata kalian tidak dapat melihat kami yang sedang terkapar? Atau jangan-jangan mata dan telinga kalian telah tertutup oleh polusi yang kalian buat sendiri?”

Umat Israel pada Perjanjian Lama diminta oleh Tuhan untuk mengolah alam dengan baik, dan hasil pertama dari alam itu diserahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur, “Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu sampai ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, dan kamu menuai hasilnya, maka kamu harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam, dan imam itu haruslah mengunjukkan berkas itu di hadapan TUHAN, supaya TUHAN berkenan akan kamu.” (Imamat 23: 10-11). Selain itu juga, sebagai ungkapan syukur, umat Israel diminta membawa korban persembahan seperti yang ditulis di dalam Imamat 23:15-17. Tidak hanya menuntut ungkapan syukur kepada Allah dalam bentuk hasil panen dan ternak, Allah juga menuntut umat Israel untuk mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk saling berbagi kepada sesama, “Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kau sabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kau pungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 23:22).

Mungkin saat ini, ungkapan syukur kita atas alam yang diberikan Tuhan tidak lagi dalam bentuk mempersembahkan hasil alam dan ternak karena kita bukan petani dan peternak. Tetapi kita tetap dituntut Tuhan untuk memujudnyatakan ungkapan syukur tersebut dengan mengolah alam secara bertanggungjawab, itulah bentuk ungkapan syukur kita kepada Allah.

Sama seperti ketika kita sangat ingin barang tertentu namun tidak bisa kita beli karena harganya mahal, lalu tiba-tiba kita diberikan secara gratis oleh seseorang. Tidak mungkin kita akan merusak barang yang tersebut, kita pasti akan merawatnya dengan baik. Begitu juga dengan alam, kita tidak bisa membeli alam tetapi Tuhan memberinya secara gratis kepada kita. Kita pun seharusnya merawatnya dengan baik.

Selain menuntut kita merawat alam, Allah juga menuntut kita untuk berbagi dengan alam dan sesama. Berbagi ruang dengan alam, berbagi ruang dengan sesama. Itulah ungkapan syukur kita kepada Allah.

Dalam kisah doraemon petualangan yang saya kutip di awal renungan ini, rencana noa tidak jadi dilaksanakan karena ternyata masih ada manusia yang dengan penuh kesungguhan merawat alam. Rencana noa sebagai metafor air yang akan meluap dan menenggalamkan bumi apabila manusia tidak segera mengubah perilakunya dan menyelamatkan alam. Apakah kita ingin mengubah perilaku kita terhadap alam atau kita mau membiarkan bumi ini tenggelam?

 Nuryanto Gracia

 

Kamis, 17 Oktober 2013

KREATIF MENGOLAH ALAM

KREATIF MENGOLAH ALAM
YOHANES 9:1-7; MARKUS 6: 1-6a

“Sampah adalah emas.” Saya ingat seorang pembicara pada workshop bulan keluarga tanggal 12 Oktober 2013 pernah mengatakan kalimat tersebut. Bagaimana sampah yang kotor dan menjijikkan itu bisa menjadi emas? Dengan kreativitas. Kreativitas mampu mengobah sampah yang menjijikkan menjadi sesuatu yang berharga.

Yesus termasuk salah seorang yang kreatif mengolah alam. Perhatikan bagaimana caranya mengolah alam. Yohanes 9:6 mengatakan, “Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi.” Yesus menggunakan ludah dan tanah yang bagi beberapa orang dianggap menjijikkan justru digunakan sebagai obat. Dalam Markus 6:3 Zdikatakan, “Bukankah Ia ini tukang kayu.” Yesus dikenal sebagai seorang tukang kayu. Ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa dari umur 12-30tahun Yesus pergi belajar ilmu ke India. Namun ada sumber yang lebih kuat mengatakan Yesus tidak pergi ke mana-mana, dia tinggal dengan ayahnya dan membantu ayahnya menjadi tukang kayu. Untuk menjadi tukang kayu, butuh kreativas tinggi. Dari kayu yang tidak berbentuk, diolah menjadi bentuk yang berguna. Yesus sungguh kreatif mengolah alam.

Saya jadi ingat seorang anak SD bernama Krisna Wardhana. Dia menggunakan kulit telur sebagai obat luka. Biasanya kita hanya menggunakan telur bagian dalamnya saja, kulitnya kita buang sebagai sampah. Namun Krisna mengolah kulit yang dianggap sampah itu menjadi obat. Dia mencuci cangkang telur hingga bersih lalu ditumbuk sampai halus setelah itu ditaburkan di atas luka, maka luka akan cepat mengering. Krisna sungguh kreatif mengolah alam.

Saya juga jadi teringat dengan Tao Xiangli. Ada yang pernah tahu dia itu siapa? Tao Xiangli adalah orang kreatif yang telah mengubah drum bekas menjadi kapal selam. Drum bekas yang sudah tidak terpakai dia olah sedemikian rupa sehingga dapat digunakannya untuk menyelam di air, walaupun tidak secanggih kapal selam modern. Tao Xiangli sungguh kreatif mengolah alam.

Apakah kita memang butuh untuk kreatif mengolah alam? Mari saya ajak kita semua untuk melihat keadaan dunia kita sekarang. Setiap harinya sampah di Jakarta sekitar 6.500 ton itu artinya setara dengan 6.500.000 kg. Anggaplah dari 6.500.000 kg itu ada 1.500.000 sampah yang dapat dihancurkan dalam satu bulan dan 5.000.000 kg sisanya adalah sampah yang hancur puluhan sampai jutaan tahun. Perlu kita ketahuai bersama bahwa limbah kertas akan hancur dalam waktu 1 bulan, limbah Wool akan hancur dalam waktu 1 tahun, limbah kaleng minuman (alumunium) akan hancur dalam waktu 60 tahun, limbah bekas diapers akan hancur dalam waktu 560 tahun, limbah tas kresek akan hancur dalam waktu 1010 tahun, limbah kemasan plastik akan hancur dalam waktu 1.000.010 tahun, limbah bekas botol bekas akan hancur dalam waktu 1.498.000 tahun, limbah bekas gelas styrofoam akan hancur dalam waktu 7.499.998.000 tahun.

Setiap harinya 6.500.000 kg sampah bertambah di Jakarta itu artinya setara dengan 130.000 orang dewasa yang rata-rata berat badannya 50 kg bertambah setiap hari. Bisa bayangkan dalam satu tahun ada berapa banyak sampah di Jakarta? Itu lah kenapa kita tidak bisa membiarkan sampah itu begitu saja. Kita harus mengolahnya secara kreatif.

Mulai dari tindakan sederhana yaitu pisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik misalnya seperti sampah dari sayur-sayuran, sampah ini bisa diolah menjadi kompos. Sampah anorganik misalnya kertas, plastik, botol plastik dan styrofoam yang dapat diolah menjadi  macam-macam barang daur ulang. Styrofoam jika didiamkan hancur dalam waktu 7.499.998.000 tahun, oleh karena itu lebih baik diolah lagi misalnya dijadikan bahan campuran batako. Sampah-sampah tersebut yang tadinya menjijikkan, tapi jika kita kreatif mengolahnya maka akan menjadi suatu yang berharga. Alam berkurang pencemarannya, kita bertambah pemasukkan keuangannya. Maukah kita kreatif mengolah alam? Maukah kita meneladani Kristus kita yang kreatif mengolah alam? Alam ini butuh bantuan kita untuk mengolah yang tidak mampu mereka olah.

Nuryanto Gracia

KETERBUKAAN DALAM KELUARGA

KETERBUKAAN DALAM KELUARGA
EFESUS 5: 20-21, 6:1-4

“Kamu tahu apa? Dengarkan kata-kata orangtua! Orangtua tahu yang terbaik untuk anaknya karena orangtua sudah banyak makan asam garam.” Kalimat tersebut mungkin sering kita dengar keluar dari mulut orangtua kita ketika kita sedang mengutarakan pendapat atau keinginan kita kepada orangtua kita. Apalagi ketika berbicara tentang masa depan kita, orangtua seakan menjadi orang yang paling tahu karena sudah memakan banyak asam garam sehingga berhak menentukkan jalan hidup kita. Padahal kebanyakan makan garam bisa mengakibatkan darah tinggi, betul ga? Jangan-jangan itu yang mengakibatkan orangtua kita suka marah-marah?

Sebenarnya yang membuat orangtua suka marah-marah bukan karena asam garamnya tapi karena mereka tidak mau terbuka terhadap pikiran anak-anak mereka. Banyak orangtua yang masih hidup pada masa lampau, padahal zaman terus berubah. Bahkan yang lebih parah lagi banyak  orangtua yang menggunakan cara mendidik orangtua mereka di masa lampau untuk mendidik anak mereka di masa kini. Jika di masa lampau mereka dididik dengan kekerasan, maka hal itu diberlakukan juga kepada anak-anak mereka sehingga terjadilah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Efesus 6:1 sering dijadikan ayat pendukung orangtua agar anak anak-anak menaati orangtua mereka. Tetapi apakah ayat itu meminta kita agar menaati semua yang diperintahkan orangtua kita? Tidak, bukan begitu. Efesus 6:1 mengatakan secara lengkap, “taatilah orang tuamu di dalam Tuhan,” dan Efesus 6:4 mengatakan, “didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Jadi yang perlu ditaatilah adalah nasihat orangtua yang sejalan dengan firman Tuhan. Jika nasihat mereka tidak sesuai dengan firman Tuhan, apakah itu artinya kita boleh tidak sopan dengan mereka? Tidak, kita harus tetap menghormati mereka karena Efesus 6:2 mengatakan,” Hormatilah ayahmu dan ibumu.”

Jadi yang dibutuhkan sekarang adalah keterbukaan dalam keluarga. Orangtua mau mendengar pendapat anaknya tanpa menyudutkannya, dan anak juga mau mendengarkan nasihat orangtuanya tanpa menyudutkannya. Pengalaman orangtua kita tetap bisa dijadikan bahan pertimbangan.



Nuryanto Gracia

Kamis, 10 Oktober 2013

TANAH: HAK GUNA ATAU HAK MILIK?


TANAH: HAK GUNA ATAU HAK MILIK?
IMAMAT 25:23-28


Kita memiliki kesamaan dengan burung migratory, misalnya Burung Dunlin. Apa itu burung migratory? Burung migratory adalah burung yang beristirahat sebentar di suatu tempat sebelum dia melanjutkan lagi perjalanannya ke tempat yang dituju untuk hidup dan berkembang biak pada musim dingin. Pada saat beristirahat di suatu tempat, burung migratory mengisi nutrisi tubuhnya dengan memakan makanan yang ada di sekitarnya. Seindah apapun tempat yang dia singgahi dan seenak apapun makanan yang ada di sana, mereka tidak bisa selamanya di sana, mereka harus segera pergi karena mereka hanya singgah.

Begitu juga dengan manusia. Manusia hanya singgah di bumi. Kita tidak selamanya hidup di bumi. Seindah apapun bumi ini, dan sebanyak apapun harta yang kita miliki di bumi, suatu saat kita harus meninggalkan semuanya. Namun itu bukan berarti kita boleh merusak bumi. Ada beberapa umat kristen yang memiliki konsep keliru. Mereka beranggapan bahwa di bumi mereka hanya hidup sementara. Mereka nanti akan hidup selamanya di Yerusalem yang baru. Jadi bumi yang sekarang, dirusak pun tidak masalah.

Kita memang hidup sementara di bumi, tapi itu bukan berarti kita berhak merusaknya, karena bumi ini adalah milik Tuhan. Tanah yang kita miliki sekarang adalah tanah milik Tuhan. Kita hanyalah memliki hak untuk menggunakannya, bukan hak untuk memilikinya. Tampaknya konsep ini sangat aneh untuk kebanyakan dari kita. Kita pasti merasa bahwa tanah kita adalah milik kita. Kita punya surat-surat legal yang menyatakan tanah tersebut adalah tanah kita.

Dalam dunia properti memang ada istilah Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Jika tanah yang kita tinggali sekarang memiliki SHM, sudah jelas tanah tersebut adalah hak milik kita, bagaimana mungkin disebut hak guna. Kita berpendapat bahwa jika tanah tersebut telah resmi menjadi hak milik kita, maka kita bebas mengeksploitasinya. Ini lah yang secara teologis bertentangan.

Secara teologis, tanah adalah milik Tuhan, kita hanyalah diberi hak guna atas tanah. Dalam Imamat 25:23 dituliskan, "Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku.” Umat Israel memahami bahwa tanah adalah milik Tuhan, mereka hanyalah pendatang. Oleh karena itu mereka tidak boleh menjual tanah mereka secara mutlak. Seandainya dijual, mereka harus menebusnya kembali. Jika mereka tidak dapat menebusnya, tanah itu tetap harus dikembalikan oleh pembeli kepada penjual tanah tersebut atau pun keturunannya, yaitu pada saat tahun Sabat (tahun ketujuh) atau tahun Yobel (tahun ke-50) (Imamat 25: 28). Mengapa harus tahun Yobel? Karena semakin dekat tahun Yobel, semakin sedikit pula hasil tanah dan makin rendah pula harga tanah itu. Jadi sebenarnya yang adalah hasil tanahnya, bukan tanahnya.

Umat Israel juga memahami bahwa tanah diberikan agar umat Israel memiliki relasi yang permanen dengan Tuhan. Saat mereka menjauh dari tanah yang diberikan oleh Tuhan, mereka juga merasakan Tuhan menjauh dari mereka. Itu lah kenapa ketika rakyat Israel utara di buang ke Asyur, mereka memahami, “TUHAN menjauhkan orang Israel dari hadapan-Nya” (2 Raja-raja 17:23) dan juga ketika rakyat Yehuda dibuang keBabel mereka mengatakan hal yang sama, “Ia sampai membuang mereka dari hadapan-Nya.”

Jadi, umat Israel memahami tanah secara istimewa karena relasi mereka dengan Tuhan. Itulah kenapa mereka tidak dapat mengeksploitasi tanah secara tidak bertanggungjawab. Mereka mengusahakan tanah sedemikian rupa agar hidup mereka sejahtera dan hubungan mereka dengan Tuhan terus terjalin.

Sebagai umat Kristen, kita pun seharusnya memiliki pemahaman demikian. Tanah yang kita miliki sekarang adalah tanah milik Tuhan. Kita hanyalah diberikan hak guna. Itulah kenapa kita harus menjaga tanah di mana Tuhan memberikan kita hak untuk menggunakannya, sebagai bukti tanggungjawab dan ungkapan syukur kita.

Nuryanto Gracia

Kamis, 03 Oktober 2013

KELUARGA DALAM ANCAMAN

KELUARGA DALAM ANCAMAN
YOSUA 24: 14-15

LDR. Pernah dengar istilah ini? Mungkin banyak di antara kita sudah pernah mendengar istilah tersebut atau bahkan sedang menjalaninya sekarang. LDR adalah singkatan dari Long Distance Relationship, yang sering diterjemahkan sebagai Pacaran Jarak Jauh. Padahal LDR bisa juga berarti hubungan jarak jauh, hubungan jarak jauh tidak selalu dengan pacar, kan? Dengan orangtua pun kita bisa saja LDR-an.

Suatu saat mungkin kita akan LDR-an dengan keluarga karena kita harus kuliah di luar kota atau di luar negeri. Ketika kita sedang LDR-an dengan keluarga , remaja masa kini tidak akan sesulit remaja pada zaman 10-20tahun silam.  Walaupun terpisah jarak yang jauh, remaja sekarang masih tetap bisa berhubungan dengan keluarga asal ada pulsa dan koneksi internet bagus, dan tidak lupa harus ada gadgetnya.

Nah, dengan gadget yang berkembang begitu canggihnya, walaupun kita LDR-an dengan keluarga, kita tetap bisa keep contact dengan mereka. Gadget sangat membantu sekali, kan? Gadget membuat keluarga (seakan) dalam genggaman. Namun di lain sisi, gadget juga bisa membuat keluarga dalam ancaman.
Gadget akan membuat keluarga jadi konsumtif, setiap ada gadget terbaru keluar langsung dibeli padahal gadget yang sebelumnya masih bagus. Dapat juga membuat keluarga hedonis, mementingkan hanya senang-senang saja dengan gadgetnya. Dan juga membuat keluarga egois, sedang duduk bersama namun tidak saling menyapa dan peduli, semuanya sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Dan yang paling bahaya, jangan-jangan lupa dengan Tuhannya dan telah mempertuhankan gadgetnya.

Gadget harus membuat kita lebih dekat dengan Tuhan dan keluarga, bukan justru menjauh. Jika remaja sekarang banyak yang seperti itu, kita tidak perlu ikut-ikutan. Kita harus punya prinsip, sama seperti Yosua juga punya prinsip, “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah ... Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:14-15).

Nuryanto Gracia

Rabu, 02 Oktober 2013

INISIATIF ALLAH MEMELIHARA ALAM


INISIATIF ALLAH MEMELIHARA ALAM

KEJADIAN 6: 9 – 22

                Saat kita membaca kisah Nuh dalam Kejadian 6: 9 -22, biasanya apa yang pertama kali kita pikirkan tentang Allah dalam kisah tersebut? Kebanyakan dari kita berpikir Allah dalam kisah tersebut adalah Allah yang menghukum dan membinasakan, Allah yang mengakhiri hidup segala mahluk di bumi karena bumi telah penuh dengan kekerasan (Kejadian 6: 13). Selama ini ketika membaca kisah Nuh tersebut, kita juga hanya berpusat pada Allah yang mengasihi Nuh, tapi coba kita lihat dalam sudut pandang yang berbeda. Kisah tersebut tidak melulu bercerita tentang air bah dan Nuh. Kisah tersebut memberi gambaran kepada kita betapa Allah begitu mengasihi alam.

                Allah berinisiatif mencegah alam rusak lebih jauh lagi akibat dari manusia yang menjalankan hidup yang rusak di bumi (Kejadian 6: 13). Oleh karena itu, Allah meminta Nuh membawa segala yang hidup dari segala mahluk masing-masing sepasang ke dalam bahtera agar “terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau” (Kejadian 6: 19). Bahtera yang Allah minta Nuh buat tidak hanya untuk Nuh dan keluarga tetapi juga untuk para binatang agar hidup mereka terpelihara.

                Dari kisah ini kita melihat, bukan Nuh atau keluarga yang berinisiatif untuk membangun bahtera, ataupun membawa mahluk hidup sepasang-sepasang, melainkan Allah yang terlebih dahulu berinisiatif. Namun tidak berhenti pada inisiatif Allah saja, Allah juga melibatkan Nuh dan juga keluarganya agar memelihara para mahkluk hidup tersebut. Allah meminta Nuh membawa segala yang dapat dimakan “untuk menjadi makanan bagimu dan juga bagi mereka” (Kejadian 6: 21). Kata “mereka” yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah keluarga Nuh melainkan para makhluk hidup. Jadi Allah melibatkan Nuh dan juga keluarga untuk memelihara para makhluk tersebut atau dengan kata lain, Allah berinisiatif memelihara alam dan juga mengajak kita memelihara alam.

                Mulai dari hal-hal kecil dalam rumah, kita dapat ikut memelihara alam. Misalkan, mematikan AC dan lampu saat akan meninggalkan rumah untuk waktu yang cukup lama,  mencabut charger HP setelah HP selesai diisi ulang, tidak membuka pintu kulkas terlalu lama, mengurangi penggunaan kertas yang berlebihan, matikan screen saver laptop/komputer jika sudah tidak digunakan, tidak menggunakan bahan styrofoam, menanam setidaknya satu pohon baik langsung di tanah maupun di pot, dan masih banyak contoh lainnya yang dapat kita lakukan dalam keluarga untuk memelihara alam.

                Allah telah berinisiatif memelihara alam beserta isinya. Allah saat ini pun mengajak kita untuk ikut terlibat dalam memelihara alam. Mau kah kita seperti Nuh yang “melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya”? (Kejadian 6:22).

Nuryanto Gracia