Kamis, 13 Maret 2014

YUDAS



YUDAS
MATIUS 27:1-10
Siapakah orang yang paling tidak bisa diampuni oleh umat Kristen? Semua orang bisa diampuni kesalahannya, tapi kecuali orang ini. Siapa dia? Namanya adalah Yudas Iskariot.

Semua umat Kristen membencinya bahkan mengutuknya. Dalam kebanyakan ajaran kekristenan, setiap kali berbicara tentang Yudas, dia pasti jadi objek kebencian umat Kristen. Ke manakah sifat pengampun umat Kristen? Bagaimana dengan ajaran Yesus yang mengatakan “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu?” (Matius 5:44). Apakah ajaran ini tidak berlaku untuk Yudas?

Mungkin kita akan mengatakan, bukankah Yesus sendiri yang mengatakan “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Matius 26:24). Jadi kita akan berpendapat bahwa jelas memalui ayat ini, Yudas tidak layak menerima pengampunan, dia layak mendapat celaka. Tapi jika diperhatikan baik-baik, ayat tersebut tidak berbicara tentang dosa yang tidak terampuni, tetapi mengenai hardikan bahwa orang yang menyerahkan Anak Manusia memang layak untuk mendapat celaka. Ayat ini seperti kalimat, “Setiap manusia memang akan mati, tapi celakalah orang yang membunuh sesamanya.” 

Jika berbicara tentang pengampunan, Yesus sangatlah pengampun. Bahkan di atas kayu salib, Yesus sempat memohonkan pengampunan kepada Bapa untuk orang-orang yang menyalibkanNya, seharusnya itu juga termasuk untuk orang yang telah menyerahkanNya (Yudas), “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34).

Yudas sesungguhnya sama seperti Petrus dan juga setiap kita, yaitu sama-sama sering gagal memahami rencana Allah, sama-sama inginnya rencana sendiri yang terjadi dan bukan rencana Allah. Yudas memahami bahwa Yesus adalah Mesias yang akan memerdekakan Israel dari penjajahan romawi secara militer, tapi ternyata Yesus tidak melakukan itu. Begitu juga dengan Petrus dan murid-murid yang lainnya, mereka memahami Yesus sebagai mesias yang mempunyai kekuasaan militer yang akan membebaskan mereka dari penjajahan. Bahkan Petrus sampai menyangkal Yesus saat mengetahui Yesus sudah tidak berdaya, dan dia takut ikut ditangkap bersama Yesus. 

Yudas dan Petrus sama-sama menyesal karena telah gagal memahami rencana Allah. Dalam Matius 27:3-4 kita melihat Yudas menyesal dengan mengembalikan uang yang dia dapat, Yudas juga sadar bahwa dia telah berdosa karena telah menyerahkan orang yang tidak bersalah. Petrus pun begitu, setelah menyangkal Yesus, dia pun menangis dengan sedihnya (Matius 26:75). Mereka sama-sama menyesal, namun yang menjadi perbedaan adalah bagaimana sikap setelah itu. Yudas menyesal dan setelah itu bunuh diri. Petrus menyesal dan lalu berdiam diri, merasa diri tidak layak. Petrus kembali bangkit, setelah Yesus hadir mengobati luka penyesalannya dan memberinya kesempatan kembali (Yohanes 21:15-19). 

Mungkin jika Yudas tidak bunuh diri, Yesus akan memberinya kesempatan kembali sama seperti Petrus yang diberi pengampunan dan kesempatan. Yesus adalah Tuhan yang Maha Pengampun. Mungkin di antara kita juga sering gagal dalam menyelami rencana Tuhan. Kita sering menuruti ego sendiri. Kita lebih suka rencana kita yang dikabulkan oleh Tuhan, dan rencana Tuhan mengikuti rencana kita. 

Mungkin banyak di antara kita yang seperti Yudas dalam memaksakan rencana kita sendiri, namun adakah di antara kita yang menyesal seperti Yudas? Setelah tahu rencananya tidak sesuai dengan rencana Allah, lalu menyesal. Jangan-jangan kita lebih parah dari Yudas, setelah tahu rencana kita tidak sesuai dengan rencana Tuhan, lalu rencana kita berantakan, kita justru menyalahkan Tuhan. Tidak ada penyesalan sama sekali. Jika begitu, kita lebih buruk dari Yudas.

Atau mungkin ada juga di antara kita yang sama seperti Yudas, penuh penyesalan. Tetapi jangan sampai putus asa lalu bunuh diri. Jika kita menyesal, datanglah kepada Tuhan memohon ampun. Tuhan pasti akan memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki diri. Jika sudah diberi kesempatan kembali, jangan sia-siakan kesempatan itu.

Nuryanto Gracia

Rabu, 12 Maret 2014

MARIA MAGDALENA (PELACUR?)

Maria Magdalena: Kesetiaan Sang Pelacur
Lukas 7:36-50; Yohanes 12:1-8
Ketika kita mendengar nama "Maria Magdalena" apa yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita? "Pelacur." Yah mungkin banyak dari antara kita yang menganggap bahwa Maria Magdalena adalah pelacur, tapi pelacur yang bertobat, seperti tema kita hari ini.
Jika kita membaca dua bahan bacaan kita hari ini, Lukas 7:36-50 dan Yohanes 12:1-8) kita tidak mendapati sama sekali nama Maria Magdalena ditulis di sana. Lukas hanya menulis "perempuan berdosa" dan Yohanes menulis "Maria" atau bisa disebut juga Maria dari Betania atau Maria Betania sama. Maria Magdalena artinya adalah Maria dari Magdala. Betania dan Magdala bukanlah tempat yang sama, jadi Maria Betania dan Maria Magdalena jelas dua perempuan yang berbeda.
Dua perikop kita hari ini sebenarnya sama sekali tidak menunjuk kepada Maria Magdalena sebagai pelacur, bahkan dua perikop itu sendiri pun tidak menuliskan sama sekali kata "pelacur" di dalamnya. Tapi, dua perikop itu juga yang telah melahirkan legenda tentang Maria Magdalena "Sang Pelacur." Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Pada abad kedua, Bapa Gereja Hippolytus menggambarkan Maria dan para Murid perempuan lainnya sebagai Mempelai Kristus, para perempuan setia yang menebus ketidaktaatan hawa. Santo Hippolytus bahkan memberikan Maria Magdalena gelar "Rasulnya para rasul" dan pamor Maria bersinar terang sampai abad kelima. Namun pada abad keenam, cerita Maria Magdalena sebagai pelacur baru beredar.
Paus Gregorius I yang memulai kisah tersebut, melalui khotbah Paska nya tahun 591. Dalam khotbah tersebut dia mengatakan, "Dia yang oleh Lukas dipanggil sebagai perempuan pendosa (Lukas 7:36-50), yang oleh Yohanes dipanggil Maria (Yohanes 12:1-8), kita yakin bahwa ini adalah Maria yang menurut Lukas dari dalam tubuhnya dikeluarkan tujuh roh jahat (Lukas 8:2). Dan apakah yang dilambangkan oleh ketujuh roh jahat tersebut, kalau bukan semua sifat buruk?"
Lalu dalam khotbah yang sama juga, Gregorius mengatakan, "Maria mengubah keburukan yang telah banyak diperbuatnya menjadi kebajikan-kebajikan untuk menebus dosa-dosanya dengan cara menjadi hamba Tuhan."
Dari sana lah lahir legenda Maria Magdalena sebagai pelacur yang setia atau pelacur yang bertobat. Bahkan Pemujaan terhadap Maria Magdalena menyebar di seluruh Prancis, dan patung-patung Maria disimpan di banyak gereja. Mereka menganggap Maria adalah mantan pelacur, tetapi sudah menebus dosanya melalui Kristus. Legenda ini semakin populer ketika dimasukkan dalam novel karangan Margaret Starbird yang berjudul "The Woman with the Alabaster Jar."
Lalu bagaimana kita menanggapi legenda tersebut? Jelas kita sudah tahu sekarang bahwa pendapat yang mengatakan Maria Magdalena sebagai pelacur adalah kesalahan tafsir yang dilakukan oleh Paus Gregorius I. Alkitab sama sekali tidak mengatakan apa-apa tentang Maria Magdalena sebagai seorang pelacur, Lukas hanya mengatakan Maria Magdalena sebagai perempuan yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat (Lukas 8:2). Maria Magdalena yang telah dibebaskan dari roh jahat itu setia melayani Yesus bahkan Yohanes 20:1-18 menceritakan Maria Magdalena sebagai murid yang mendatangi kubur Yesus dan menjadi saksi pertama kebangkitanNya.
Maria Magdalena yang dulu dikuasi roh jahat, kini berubah menjadi Maria sang pelayan Kristus yang setia. Oleh karena itu, tema hari ini mungkin bisa sedikit diganti menjadi "Maria Magdalena: Kesetiaan (yang dianggap) Sang Pelacur."
Dalam hidup mungkin kita juga dikuasai oleh banyak roh jahat: keroyalan, kerakusan, keserakahan, kemalasan, kemarahan, keirian, kesombongan dan lain sebagainya. Dan mungkin kita sudah berusaha untuk lepas dari roh-roh jahat itu tapi tetap juga tidak bisa. Dengan usaha kita sendiri, kita tidak bisa lepas dari roh-roh jahat itu.
Oleh karena itu, kita butuh kuasa Kristus. Kita butuh datang kepada Kristus agar dilepaskan dari roh-roh jahat itu seperti Maria Magdalena dilepaskan dari roh-roh jahat itu. Kita yang sudah dilepaskan dari roh-roh jahat itu, mari sama seperti Maria Magdalena, kita layani Yesus dengan setia.

Video
Maria Magdalena

Nuryanto Gracia

Sabtu, 11 Januari 2014

What a Wonderful World

What a Wonderful World
Kejadian 1:1 - 2:4a

Berbicara tentang alam, apa yang dapat kita pelajari?
Biasanya kita belajar dari alam hanya soal merawat tanaman dan bercocok tanam. Adakah hal lainnya? Ada.
Pertama, kita belajar bagaimana luar biasanya Allah yang menciptakan alam yg demikian indah, beragam dan teratur. Melalui kisah penciptaan dalam kejadian 1:1 - 2:4a, kita belajar bagaimana Allah menata dunia yg kacau menjadi teratur. Allah memisahkan antara lautan dan daratan. Allah menciptakan terang dan gelap. Matahari dan bulan. Siang dan malam. Ada makhluk udara, darat dan laut.
Kedua, kita belajar bahwa tiap makhluk yang Tuhan ciptakan memiliki peran berbeda namun saling berelasi dan saling membutuhkan. Dalam ilmu biologi kita mengenal rantai makanan dan simbiosis.
Ketiga, dari alam kita belajar tentang hidup harus terus berkarya, setiap saat tumbuhan terus berkarya baik berfotosintesis maupun melalukan berbagai macam taksis (gerak) untuk terus bertahan hidup dan bertumbuh. Dari binatang kita belajar untuk terus berjuang dan juga cerdik dalam menjalani kehidupan. Ada binatang yang bekerja tiap saat namun ada juga binatang yang bekerja beberapa saat lalu hibernasi.
Betapa indah alam ciptaan Tuhan. Sudahkah kamu bersyukur atas keindahan tersebut dan sudahkah kamu belajar darinya?

Nuryanto Gracia

Kamis, 09 Januari 2014

BAPTISAN – PERUBAHAN HIDUP



BAPTISAN – PERUBAHAN HIDUP
YESAYA 42:1-9; MAZMUR 29; KISAH PARA RASUL 10:34-43; MATIUS 3:13-17

1.      Baptisan dengan cara bagaimanakah yang benar? Menyelamkan seluruh tubuh, menyelamkan sampai ke leher, mengguyur segayung air ke kepala, memercik, menuang segenggam air ke kepala atau membasahi yaitu meletakkan telapak tangan yang dibasahi di dahi?
2.      Apakah makna baptisan gereja, pembersihan diri atau pemulihan hubungan?

Dua pertanyaan di atas seringkali menjadi pergumulan umat Kristen ketika berbicara tentang baptisan. Ditambah lagi ada aliran kekristenan tertentu yang memojokkan (mendiskriminasi) kita yang tidak dibaptis selam. Mereka yang dibaptis selam mengatakan baptisan kita tidak sah karena tidak mengikuti contoh yang diberikan Yesus. Yesus dibaptis selam di sungai Yordan, harusnya sebagai pengikutNya kita juga dibaptis selam. Padahal jika kita baca Matius 3: 13-17 serta paralelnya dalam Injil Markus, Lukas dan Yohanes, kita tidak mendapatkan informasi lebih lanjut Yesus dibaptis selam atau bukan. Yang jelas di sana hanya ditulis, Yesus dibaptis. Baptis berasal dari Bahasa Yunani Baptizo. Baptizo mempunyai banyak arti seperti membenamkan, mandi atau mencuci seperti mencuci periuk. Jadi terlihat jelas, apapun cara gereja melakukan baptisan, semuanya sah. Tidak soal bagaimana cara gereja melakukan baptisan karena keselamatan bukan datang dari air baptisan tetapi dari pendamaian oleh Kristus di kayu salib.
      Namun mungkin kita masih penasaran, jadi sebenarnya Yesus dibaptis selam atau bukan? Untuk menjawab pertanyaan ini sekaligus menjawab pertanyaan kedua di atas, mari kita perhatikan terlebih dahulu mengenai baptisan yang dilakukan oleh Yohanes pembaptis. Baptisan yang dilakukan Yohanes bermula dari upacara pembersihan diri dari hal-hal yang haram menurut agama yahudi atau bisa disebut upacara menghalalkan diri. Upacara itu dilakukan dengan cara membenamkan seluruh tubuh seseorang ke dalam air yang mengalir. Selain untuk menghalalkan diri, upacara baptisan dalam tradisi Yahudi bisa berarti juga baptisan proselit, yaitu baptisan untuk laki-laki/perempuan kafir yang bertobat dan masuk menjadi yahudi. Mungkin kita akan dengan spontan mengatakan, “nah jika begitu benar dong Yesus dibaptis secara selam?” Jika merunut secara tradisi Yahudi kemungkinan besar memang begitu. Namun jika kita mau mengikuti cara pembaptisan seperti itu maka gereja-gereja sekarang harus membaptis di air yang mengalir sedangkan para penganut baptis selam masih banyak yang melakukannya di dalam kolam (air tidak mengalir). Selain itu makna baptisan yahudi berbeda dengan makna baptisan Kristen.
      Gereja memahami baptisan sebagai tanda masuk (inisiasi) ke dalam komunitas Kristen, yaitu gereja, tanpa ada pembedaan Yahudi, Yunani atau yang lainnya (Galatia 3: 27-28) jadi ini berbeda dengan baptisan yahudi yang berupa baptisan proselit. Baptisan juga berarti kehidupan baru sebagai hasil pemulihan hubungan antara Allah dan manusia. Baptisan adalah perjanjian Antara dua pihak yang tidak sederajat, yaitu Allah dan manusia. Tuhanlah yang berprakarsa, manusia hanya menerima. Kita dibaptis bukan karena prestasi iman. Baptisan bukan hasil pertobatan kita, melainkan hasil Anugerah Tuhan. Jadi air dalam baptisan tidak lagi dianggap lambang pembersih tetapi lambang penghidup dan penumbuh. Maknanya sudah berubah, jadi tidak lagi penting harus diselam atau dipercik. Semua cara baik karena yang menjadi lambang bukanlah caranya tapi airnya.
      Kita yang telah dibaptis artinya kita telah didamaikan dengan Allah dan manusia, itu artinya juga kita harus hidup damai dengan sesama manusia tanpa mendiskriminasi (memojokkan) mereka yang berbeda dengan kita. Ingatlah, Allah kita adalah Allah yang tidak membedakan orang (Kisah Para Rasul 10:34), Yesus adalah Tuhan dari semua orang (Kisah Para Rasul 10:36). Bahkan Allah mendengarkan doa Kornelius dan mengingat sedekahnya jauh sebelum dia dibaptis (Kisah Para Rasul 10:31).
      Apakah air baptisan yang telah dipercikkan ke tubuh kita membuat kita terus hidup dan bertumbuh makin serupa Kristus yang tidak mendiskriminasikan? Atau jangan-jangan setelah dibaptis kita tetap tidak mengalami pertumbuhan sama sekali? Jangan-jangan kita masih suka mendiskriminasi atau memojokkan orang lain yang berbeda dengan kita. Termasuk yang manakah kita, yang sudah berubah atau yang tidak berubah?

Nuryanto Gracia

Kamis, 02 Januari 2014

CAMPUR TANGAN ALLAH DALAM KEHIDUPAN




CAMPUR TANGAN ALLAH DALAM KEHIDUPAN
YEREMIA 31:7-14; MAZMUR 147:12-20; EFESUS 1:3-14; YOHANES 1:1-18

Apakah Tuhan ada? Ada.
Kapan? Dahulu kala ketika dunia diciptakan.
Apakah itu berarti sekarang Tuhan tidak ada? Tidak ada.
Mengapa begitu? Setelah Tuhan menciptakan dunia, Dia meninggalkannya begitu saja seperti seorang tukang jam yang selesai membuat jam, dia tidak mengurusi jam itu lagi.
Lalu bagaimana keteraturan di dunia ini ada jika Tuhan tidak ikut campur tangan lagi dengan urusan dunia? Ketika Tuhan menciptakan dunia, Dia juga menciptakan hukum alam. Jadi dunia berjalan sesuai hukum alam. Jika manusia melanggar hukum alam, maka akan mengakibatkan kekacauan (chaos).

Itulah secuplik pemahaman Deisme tentang keberadaan Tuhan dan keikutsertaan Tuhan dalam dunia. Deisme adalah paham yang mengatakan Tuhan hanya ada di masa lampau. Dia tidak ada di masa kini. Dia tidak ikut campur sama sekali dengan urusan dunia.

Pemahaman ini sangat bertolak belakang dengan iman kristiani. Iman kristiani meyakini Tuhan kita adalah Tuhan yang terlibat aktif dalam kehidupan umatNya. Yeremia 31:7-14 menceritakan bagaimana Allah terlibat aktif dalam kehidupan mereka. Allah mengumpulkan, membawa, memimpin, menjaga, mengubah, menghibur, menyukakan dan memuaskan sisa-sisa Israel. Yohanes 1:1-18 bahkan menceritakan bagaimana Allah hadir dalam rupa manusia di dunia manusia. Tidak hanya itu, Allah yang dalam rupa manusia itu pun mau mati demi  menebus dosa manusia (Efesus 1:7).

Allah kita bukanlah seperti tukang jam yang setelah menyelesaikan pembuatan jamnya lalu meninggalkannya begitu saja. Allah kita seperti seorang Bapa dan Ibu yang sangat memperhatikan kehidupan dan pertumbuhan anak-anaknya. Dia selalu turut campur tangan dalam kehidupan kita. Satu tahun yang lalu Tuhan ikut campur tangan dalam kehidupan kita. Percayalah di tahun 2014 ini pun Tuhan pasti akan terus campur tangan. Dalam keadaan sesulit apapun, Tuhan pasti akan beserta kita. Dia tidak akan meninggalkan kita, sedetik pun.


Nuryanto Gracia