BAPTISAN – PERUBAHAN HIDUP
YESAYA 42:1-9; MAZMUR 29; KISAH
PARA RASUL 10:34-43; MATIUS 3:13-17
1.
Baptisan dengan cara bagaimanakah yang
benar? Menyelamkan seluruh tubuh, menyelamkan sampai ke leher, mengguyur
segayung air ke kepala, memercik, menuang segenggam air ke kepala atau
membasahi yaitu meletakkan telapak tangan yang dibasahi di dahi?
2.
Apakah makna baptisan gereja,
pembersihan diri atau pemulihan hubungan?
Dua
pertanyaan di atas seringkali menjadi pergumulan umat Kristen ketika berbicara
tentang baptisan. Ditambah lagi ada aliran kekristenan tertentu yang memojokkan
(mendiskriminasi) kita yang tidak dibaptis selam. Mereka yang dibaptis selam
mengatakan baptisan kita tidak sah karena tidak mengikuti contoh yang diberikan
Yesus. Yesus dibaptis selam di sungai Yordan, harusnya sebagai pengikutNya kita
juga dibaptis selam. Padahal jika kita baca Matius 3: 13-17 serta paralelnya
dalam Injil Markus, Lukas dan Yohanes, kita tidak mendapatkan informasi lebih
lanjut Yesus dibaptis selam atau bukan. Yang jelas di sana hanya ditulis, Yesus
dibaptis. Baptis berasal dari Bahasa Yunani Baptizo.
Baptizo mempunyai banyak arti seperti
membenamkan, mandi atau mencuci seperti mencuci periuk. Jadi terlihat jelas,
apapun cara gereja melakukan baptisan, semuanya sah. Tidak soal bagaimana cara
gereja melakukan baptisan karena keselamatan bukan datang dari air baptisan
tetapi dari pendamaian oleh Kristus di kayu salib.
Namun mungkin kita masih penasaran, jadi
sebenarnya Yesus dibaptis selam atau bukan? Untuk menjawab pertanyaan ini
sekaligus menjawab pertanyaan kedua di atas, mari kita perhatikan terlebih
dahulu mengenai baptisan yang dilakukan oleh Yohanes pembaptis. Baptisan yang
dilakukan Yohanes bermula dari upacara pembersihan diri dari hal-hal yang haram
menurut agama yahudi atau bisa disebut upacara menghalalkan diri. Upacara itu
dilakukan dengan cara membenamkan seluruh tubuh seseorang ke dalam air yang
mengalir. Selain untuk menghalalkan diri, upacara baptisan dalam tradisi Yahudi
bisa berarti juga baptisan proselit, yaitu baptisan untuk laki-laki/perempuan
kafir yang bertobat dan masuk menjadi yahudi. Mungkin kita akan dengan spontan
mengatakan, “nah jika begitu benar dong Yesus dibaptis secara selam?” Jika
merunut secara tradisi Yahudi kemungkinan besar memang begitu. Namun jika kita
mau mengikuti cara pembaptisan seperti itu maka gereja-gereja sekarang harus
membaptis di air yang mengalir sedangkan para penganut baptis selam masih
banyak yang melakukannya di dalam kolam (air tidak mengalir). Selain itu makna
baptisan yahudi berbeda dengan makna baptisan Kristen.
Gereja memahami baptisan sebagai tanda
masuk (inisiasi) ke dalam komunitas Kristen, yaitu gereja, tanpa ada pembedaan
Yahudi, Yunani atau yang lainnya (Galatia 3: 27-28) jadi ini berbeda dengan
baptisan yahudi yang berupa baptisan proselit. Baptisan juga berarti kehidupan
baru sebagai hasil pemulihan hubungan antara Allah dan manusia. Baptisan adalah
perjanjian Antara dua pihak yang tidak sederajat, yaitu Allah dan manusia.
Tuhanlah yang berprakarsa, manusia hanya menerima. Kita dibaptis bukan karena
prestasi iman. Baptisan bukan hasil pertobatan kita, melainkan hasil Anugerah
Tuhan. Jadi air dalam baptisan tidak lagi dianggap lambang pembersih tetapi lambang
penghidup dan penumbuh. Maknanya sudah berubah, jadi tidak lagi penting harus
diselam atau dipercik. Semua cara baik karena yang menjadi lambang bukanlah
caranya tapi airnya.
Kita yang telah dibaptis artinya kita
telah didamaikan dengan Allah dan manusia, itu artinya juga kita harus hidup
damai dengan sesama manusia tanpa mendiskriminasi (memojokkan) mereka yang
berbeda dengan kita. Ingatlah, Allah kita adalah Allah yang tidak membedakan
orang (Kisah Para Rasul 10:34), Yesus adalah Tuhan dari semua orang (Kisah Para
Rasul 10:36). Bahkan Allah mendengarkan doa Kornelius dan mengingat sedekahnya
jauh sebelum dia dibaptis (Kisah Para Rasul 10:31).
Apakah air baptisan yang telah dipercikkan
ke tubuh kita membuat kita terus hidup dan bertumbuh makin serupa Kristus yang
tidak mendiskriminasikan? Atau jangan-jangan setelah dibaptis kita tetap tidak
mengalami pertumbuhan sama sekali? Jangan-jangan kita masih suka
mendiskriminasi atau memojokkan orang lain yang berbeda dengan kita. Termasuk yang
manakah kita, yang sudah berubah atau yang tidak berubah?
Nuryanto Gracia