BERSYUKUR ATAS ALAM, BERSYUKUR PADA ALLAH
IMAMAT
23:15-22
“Mereka pun dalam beberapa ratus tahun telah
memboroskan sumber daya alam yang dihasilkan dari bumi selama berjuta-juta
tahun. Mereka pun selama bertahun-tahun dengan sombongnya, seakan milik mereka
sendiri memanfaatkan binatang dan tumbuhan yang subur, mengepulkan polusi ke
segala penjuru, merusak ozon, membuat hujan asam, mengotori sungai dan laut,
merebut makanan dan mengenyahkan tempat tinggal makhluk-makhluk hidup.”
Kalimat di atas adalah secuplik ucapan dalam buku
Doraemon Petualangan: Nobita dan Kerajaan Awan. Cerita yang mengkritik
kehidupan manusia yang tidak bersyukur karena telah dianugerahi alam yang luar
biasa indah dan baik. Manusia yang dengan sombongnya mengira bahwa mereka adalah
makhluk yang lebih penting dibandingkan makhluk hidup lainnya sehingga makhluk
hidup lainnya pun boleh diperlakukan sesuka hati mereka. Para makhluk dari
kerajaan awan, dalam cerita doraemon tersebut, menggugat untuk melaksanakan
rencana Noa. Rencana Noa adalah rencana menenggelamkan Bumi dengan air,
sehingga Bumi akan menjadi Bumi yang baru.
Memang cerita Doraemon identik dengan anak-anak,
namun kritikan dalam cerita tersebut menghujam kita yang menganggap diri telah
dewasa. Kita merusak alam demi memuaskan kepentingan diri sendiri. Tidak pernah
terpikirkan mungkin dalam benak kita bahwa alam sedang berteriak kepada kita,
“Tolong, tolong kami! Selama ini kami selalu menolong kalian. Kali ini
tolonglah kami. Kami hampir binasa. Apakah telinga dan mata kalian tidak dapat
melihat kami yang sedang terkapar? Atau jangan-jangan mata dan telinga kalian
telah tertutup oleh polusi yang kalian buat sendiri?”
Umat Israel pada Perjanjian Lama diminta oleh Tuhan
untuk mengolah alam dengan baik, dan hasil pertama dari alam itu diserahkan
kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur, “Berbicaralah kepada orang Israel dan
katakan kepada mereka: Apabila kamu sampai ke negeri yang akan Kuberikan
kepadamu, dan kamu menuai hasilnya, maka kamu harus membawa seberkas hasil
pertama dari penuaianmu kepada imam, dan imam itu haruslah mengunjukkan berkas
itu di hadapan TUHAN, supaya TUHAN berkenan akan kamu.” (Imamat 23: 10-11).
Selain itu juga, sebagai ungkapan syukur, umat Israel diminta membawa korban
persembahan seperti yang ditulis di dalam Imamat 23:15-17. Tidak hanya menuntut
ungkapan syukur kepada Allah dalam bentuk hasil panen dan ternak, Allah juga
menuntut umat Israel untuk mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk saling
berbagi kepada sesama, “Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kau
sabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kau pungut apa yang
ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin
dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 23:22).
Mungkin saat ini, ungkapan syukur kita atas alam
yang diberikan Tuhan tidak lagi dalam bentuk mempersembahkan hasil alam dan
ternak karena kita bukan petani dan peternak. Tetapi kita tetap dituntut Tuhan
untuk memujudnyatakan ungkapan syukur tersebut dengan mengolah alam secara
bertanggungjawab, itulah bentuk ungkapan syukur kita kepada Allah.
Sama seperti ketika kita sangat ingin barang
tertentu namun tidak bisa kita beli karena harganya mahal, lalu tiba-tiba kita
diberikan secara gratis oleh seseorang. Tidak mungkin kita akan merusak barang
yang tersebut, kita pasti akan merawatnya dengan baik. Begitu juga dengan alam,
kita tidak bisa membeli alam tetapi Tuhan memberinya secara gratis kepada kita.
Kita pun seharusnya merawatnya dengan baik.
Selain menuntut kita merawat alam, Allah juga
menuntut kita untuk berbagi dengan alam dan sesama. Berbagi ruang dengan alam,
berbagi ruang dengan sesama. Itulah ungkapan syukur kita kepada Allah.
Dalam kisah doraemon petualangan yang saya kutip di
awal renungan ini, rencana noa tidak jadi dilaksanakan karena ternyata masih
ada manusia yang dengan penuh kesungguhan merawat alam. Rencana noa sebagai
metafor air yang akan meluap dan menenggalamkan bumi apabila manusia tidak
segera mengubah perilakunya dan menyelamatkan alam. Apakah kita ingin mengubah
perilaku kita terhadap alam atau kita mau membiarkan bumi ini tenggelam?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar