Jumat, 25 Oktober 2013

BERSYUKUR ATAS ALAM, BERSYUKUR PADA ALLAH


BERSYUKUR ATAS ALAM, BERSYUKUR PADA ALLAH

IMAMAT 23:15-22
 
“Mereka pun dalam beberapa ratus tahun telah memboroskan sumber daya alam yang dihasilkan dari bumi selama berjuta-juta tahun. Mereka pun selama bertahun-tahun dengan sombongnya, seakan milik mereka sendiri memanfaatkan binatang dan tumbuhan yang subur, mengepulkan polusi ke segala penjuru, merusak ozon, membuat hujan asam, mengotori sungai dan laut, merebut makanan dan mengenyahkan tempat tinggal makhluk-makhluk hidup.”

Kalimat di atas adalah secuplik ucapan dalam buku Doraemon Petualangan: Nobita dan Kerajaan Awan. Cerita yang mengkritik kehidupan manusia yang tidak bersyukur karena telah dianugerahi alam yang luar biasa indah dan baik. Manusia yang dengan sombongnya mengira bahwa mereka adalah makhluk yang lebih penting dibandingkan makhluk hidup lainnya sehingga makhluk hidup lainnya pun boleh diperlakukan sesuka hati mereka. Para makhluk dari kerajaan awan, dalam cerita doraemon tersebut, menggugat untuk melaksanakan rencana Noa. Rencana Noa adalah rencana menenggelamkan Bumi dengan air, sehingga Bumi akan menjadi Bumi yang baru.

Memang cerita Doraemon identik dengan anak-anak, namun kritikan dalam cerita tersebut menghujam kita yang menganggap diri telah dewasa. Kita merusak alam demi memuaskan kepentingan diri sendiri. Tidak pernah terpikirkan mungkin dalam benak kita bahwa alam sedang berteriak kepada kita, “Tolong, tolong kami! Selama ini kami selalu menolong kalian. Kali ini tolonglah kami. Kami hampir binasa. Apakah telinga dan mata kalian tidak dapat melihat kami yang sedang terkapar? Atau jangan-jangan mata dan telinga kalian telah tertutup oleh polusi yang kalian buat sendiri?”

Umat Israel pada Perjanjian Lama diminta oleh Tuhan untuk mengolah alam dengan baik, dan hasil pertama dari alam itu diserahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur, “Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu sampai ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, dan kamu menuai hasilnya, maka kamu harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam, dan imam itu haruslah mengunjukkan berkas itu di hadapan TUHAN, supaya TUHAN berkenan akan kamu.” (Imamat 23: 10-11). Selain itu juga, sebagai ungkapan syukur, umat Israel diminta membawa korban persembahan seperti yang ditulis di dalam Imamat 23:15-17. Tidak hanya menuntut ungkapan syukur kepada Allah dalam bentuk hasil panen dan ternak, Allah juga menuntut umat Israel untuk mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk saling berbagi kepada sesama, “Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kau sabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kau pungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu." (Imamat 23:22).

Mungkin saat ini, ungkapan syukur kita atas alam yang diberikan Tuhan tidak lagi dalam bentuk mempersembahkan hasil alam dan ternak karena kita bukan petani dan peternak. Tetapi kita tetap dituntut Tuhan untuk memujudnyatakan ungkapan syukur tersebut dengan mengolah alam secara bertanggungjawab, itulah bentuk ungkapan syukur kita kepada Allah.

Sama seperti ketika kita sangat ingin barang tertentu namun tidak bisa kita beli karena harganya mahal, lalu tiba-tiba kita diberikan secara gratis oleh seseorang. Tidak mungkin kita akan merusak barang yang tersebut, kita pasti akan merawatnya dengan baik. Begitu juga dengan alam, kita tidak bisa membeli alam tetapi Tuhan memberinya secara gratis kepada kita. Kita pun seharusnya merawatnya dengan baik.

Selain menuntut kita merawat alam, Allah juga menuntut kita untuk berbagi dengan alam dan sesama. Berbagi ruang dengan alam, berbagi ruang dengan sesama. Itulah ungkapan syukur kita kepada Allah.

Dalam kisah doraemon petualangan yang saya kutip di awal renungan ini, rencana noa tidak jadi dilaksanakan karena ternyata masih ada manusia yang dengan penuh kesungguhan merawat alam. Rencana noa sebagai metafor air yang akan meluap dan menenggalamkan bumi apabila manusia tidak segera mengubah perilakunya dan menyelamatkan alam. Apakah kita ingin mengubah perilaku kita terhadap alam atau kita mau membiarkan bumi ini tenggelam?

 Nuryanto Gracia

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar