PENGAKUAN DAN PERTOBATAN ADALAH TITIK BALIK
MENUJU KEHIDUPAN YANG LEBIH
BAIK
2 SAM 11: 26-12:10=15, MZM 32, GAL 2:15-21, LUK 7:36-8:3
Menyimpan dosa sama seperti menahan kentut. Loh, samanya
dalam hal apa? Pernahkah kita menahan kentut? Bagaimana rasanya? Gelisah, tidak
bisa tenang, sakit perut, mules, mau ngapa-ngapain ga konsen dan rasa-rasa yang
lainnya. Kita ingin keluarkan kentut tersebut namun takut nanti jika ada yang
tahu kita bisa malu. Apalagi jika kita adalah orang yang memiliki jabatan
tinggi, harga diri kita pasti akan jatuh.
Begitu juga dengan menyimpan dosa. Kita selalu gelisah,
hidup tidak tenang, tidak ada damai sejahtera, bahkan selalu dihantui rasa
bersalah. Kita ingin mengakui dosa kita namun takut nanti akan malu,
dikucilkan, dianggap menjijikkan dan harga diri jatuh.
Mengakui dosa sama
seperti mengeluarkan kentut. Nah, kalo yang ini sama dalam hal apa? Mengeluarkan
kentut akan membuat kita lega dan bisa lebih konsen menjalani kegiatan, namun kita
tidak boleh mengeluarkan kentut di sembarang tempat. Anehnya, kentut di toilet
pun masih seringkali dianggap salah tempat. Kita kentut di toilet, jika ada
yang mendengar suara kentut kita, maka pasti mereka akan merasa terganggu atau
mungkin berkomentar “jorok.” Apalagi sampai kentutnya bau, pasti semua akan
sangat terganggu. Jika toilet, yang merupakan tempat untuk membuang kotoran,
tidak lagi tepat untuk mengeluarkan kentut maka di manakah tempat yang tepat
untuk mengeluarkan kentut? Begitu juga lah dengan mengakui dosa.
Mengakui dosa memang membuat kita lega dan membuat hidup
kita jadi lebih baik namun jika salah tempat mengaku dosa, maka itu akan
menjadi boomerang buat kita. Kita mengaku dosa dengan orang-orang yang tidak
dapat dipercaya maka dosa kita tersebut akan disebar ke mana-mana. Namun
anehnya, kita sudah mengaku dosa di gereja yang seharusnya menjadi tempat yang
tepat pun masih juga tidak tepat. Seringkali setelah kita mengaku dosa, kita
justru dianggap menjijikkan dan dikucilkan.
Dosa memang seharusnya diakui secara langsung kepada Tuhan,
namun dosa juga dapat diakui kepada orang/komunitas tertentu yang dipercaya
dapat membantu kita bangkit dari keterpurukan dan kembali hidup sesuai jalan
Tuhan. Dalam cerita Daud, orang yang dapat dipercaya tersebut adalah nabi Natan
(2 Sam 11:26-12:10-15). Dia membuat Daud mengakui dosanya dan kembali ke jalan
Tuhan.
Dalam kehidupan bergereja, seharusnya gereja menjadi wadah
perpanjangan tangan Tuhan untuk menjadi komunitas yang dapat dipercaya untuk
merangkul dan memulihkan mereka yang berdosa. Namun dalam kenyataannya
seringkali justru kita mengucilkan dan menganggap jijik mereka yang telah
melakukan dosa tertentu. Padahal kita semua adalah orang berdosa. Orang berdosa
yang telah menerima kasih Kristus. Orang berdosa yang hidupnya bukan lagi hidupnya,
melainkan Yesus yang hidup di dalamnya (Gal 2:20). Jika Yesus hidup yang hidup
di dalam diri kita, seharusnya hidup kita sesuai dengan hidup Kristus. Dalam
Lukas 7:36-50, Yesus tidak menolak dan mengucilkan perempuan berdosa. Yesus
menerima dan memulihkan hidupnya dengan mengampuni dosanya. Mau kah kita pun menjadi gereja yang
merangkul dan memulihkan?
Namun itu bukan berarti kita yang telah mengakui dosa dan
diampuni dosanya dapat hidup seenaknya. Bagi kita yang telah dirangkul,
dipulihkan dan diampuni dosa oleh Tuhan, harusnya kita berbalik dari dosa dan
melayani Tuhan sama seperti para perempuan dalam Lukas 8:1-3 yang telah Yesus
pulihkan hidupnya. Para perempuan tersebut mempersembahkan harta mereka untuk
melayani Tuhan. Sekarang kembali kepada kita, apa yang mau kita persembahkan
untuk melayani Tuhan sebagai ungkapan syukur telah diampuni segala dosa kita?
NURYANTO GRACIA
NURYANTO GRACIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar